Saat hamil, wajar jika Bunda kerap merasa cemas dan khawatir tentang bagaimana kondisi janin, serta apakah tumbuh kembangnya sudah sesuai. Namun jika tidak dikendalikan dengan tepat, rasa cemas ini bisa mengarah pada stres.
Tanpa disadari, stres membuat keseimbangan hormon dalam tubuh jadi terganggu nih sahabat Bunda. Efeknya bisa dirasakan pula oleh si Kecil. Bahkan jika stres sudah terjadi terus-menerus dan tak terkendali, tumbuh kembang dan kesehatan kehamilan pun jadi ikut bermasalah.
Efek Buruk Stress Saat Hamil?
Berikut beberapa masalah yang akan timbul jika Ibu hamil mengalami stress dan cemas, diantaranya :
- Preeklampsia
Stres dan preeklampsia sebenarnya tidak memiliki hubungan secara langsung. Perlu dipahami bahwa kondisi ini kian parah jika sebelumnya Bunda sudah memiliki riwayat tekanan darah tinggi.
Dalam kondisi tersebut, Bunda lebih berisiko mengalami preeklampsia saat hamil. Pasalnya saat stres, tekanan darah Bunda jadi lebih mudah naik dan jadi tidak terkendali. Hal inilah yang kemudian membuat preeklampsia tidak bisa dihindari. Stres dapat menyebabkan lonjakan tekanan darah jangka pendek.
Preeklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang memengaruhi tekanan darah dan kinerja beberapa organ tubuh, efeknya bisa berujung pada persalinan prematur.
Apabila Bunda sudah memiliki riwayat tekanan darah tinggi atau kehamilan dengan preeklampsia sebelumnya, cobalah lebih berhati-hati dalam mengendalikan stres. Ini supaya terhindari dari stres, yang kemudian bisa berlanjut pada preeklampsia.
- Keguguran
Dalam sebuah studi tahun 2017 ditemukan bahwa stres saat hamil memiliki kaitan dengan peningkatan risiko keguguran. Para peneliti menemukan bahwa perempuan yang mengalami stres psikologis dua kali lebih mungkin mengalami keguguran dini.
Ulasan yang sama menemukan adanya hubungan antara stres di tempat kerja dan keguguran, yang jelas menyoroti pentingnya melakukan penyesuaian pekerjaan saat Bunda sedang hamil.?
Upayakan untuk memahami bahwa saat hamil Bunda tetap butuh waktu istirahat lebih banyak. Dengan demikian, atur jam kerja supaya tidak berlebihan dan justru membahayakan kesehatan kehamilan Bunda. Bicarakan dengan atasan tentang kemungkinan pengaturan jam kerja Bunda.
- Kelahiran prematur
Penelitian lainnya juga menemukan adanya kaitan antara stres dengan kelahiran prematur (kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu).
Bayi prematur lebih cenderung mengalami keterlambatan perkembangan dan gangguan belajar. Saat beranjak dewasa, bayi prematur juga cenderung lebih berisiko mengalami masalah kesehatan kronis, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan diabetes. Demikian dikutip dari Healthline. Selain kelahiran prematur, stres yang tak terkendali saat hamil juga berkorelasi dengan berat lahir rendah atau kurang dari 2,5 kg.
- Risiko diabetes gestasional
Stres saat kehamilan tak melulu ditunjukkan dengan gejala seperti tidak tenang dan mudah menangis, tetapi bisa juga dengan sakit kepala, susah tidur, dan mudah lelah. Perhatikan juga tanda lain seperti menurunnya nafsu makan dan mood yang berubah-ubah.
Stres jangka panjang yang tak kunjung diobati selain bisa mengganggu pengendalian tekanan darah tinggi, juga berisiko terhadap munculnya diabetes gestasional dan bahkan menyebabkan serangan jantung. Dilansir Parenting First Cry, penelitian menunjukkan bahwa stres jangka panjang juga dapat menyebabkan depresi berat.
- Masalah perkembangan otak janin
Stres yang terus-menerus terjadi saat hamil tanpa disadari dapat mengubah sistem metabolisme tubuh Bunda, yang berujung pada reaksi berlebihan dan memicu respons peradangan.
Peradangan atau inflamasi telah dikaitkan dengan masalah pada kesehatan kehamilan dan juga gangguan tumbuh kembang janin.
“Ada beberapa data yang menunjukkan bahwa stresor kronis pada ibu hamil sangat mungkin berkaitan dengan berat lahir rendah dan persalinan prematur,” kata Ann Borders, MD, MPH, MSc dari North Shore Evanston Hospital, dikutip dari Web MD.
Selain itu, stres kronis juga dapat berkontribusi pada masalah perkembangan otak janin, yang berisiko menyebabkan masalah perilaku saat ia tumbuh dewasa. Meski penelitiannya masih terbatas, Borders menyebutkan hal ini tetap perlu menjadi pertimbangan bagi ibu hamil untuk mengontrol stresnya.